"); * Blogger Template Style * * Sand Dollar * by Jason Sutter * Updated by Blogger Team */ /* Variable definitions ==================== */ body { margin:0px; padding:0px; background:#f6f6f6; color:#000000; font-size: small; } #outer-wrapper { font:normal normal 100% 'Trebuchet MS',Trebuchet,Verdana,Sans-Serif; } a { color:#DE7008; } a:hover { color:#9E5205; } a img { border-width: 0; } #content-wrapper { padding-top: 0; padding-right: 1em; padding-bottom: 0; padding-left: 1em; } @media all { div#main { float:right; width:66%; padding-top:30px; padding-right:0; padding-bottom:10px; padding-left:1em; border-left:dotted 1px #e0ad12; word-wrap: break-word; /* fix for long text breaking sidebar float in IE */ overflow: hidden; /* fix for long non-text content breaking IE sidebar float */ } div#sidebar { margin-top:20px; margin-right:0px; margin-bottom:0px; margin-left:0; padding:0px; text-align:left; float: left; width: 31%; word-wrap: break-word; /* fix for long text breaking sidebar float in IE */ overflow: hidden; /* fix for long non-text content breaking IE sidebar float */ } } @media handheld { div#main { float:none; width:90%; } div#sidebar { padding-top:30px; padding-right:7%; padding-bottom:10px; padding-left:3%; } } #header { padding-top:0px; padding-right:0px; padding-bottom:0px; padding-left:0px; margin-top:0px; margin-right:0px; margin-bottom:0px; margin-left:0px; border-bottom:dotted 1px #e0ad12; background:#F5E39e; } h1 a:link { text-decoration:none; color:#F5DEB3 } h1 a:visited { text-decoration:none; color:#F5DEB3 } h1,h2,h3 { margin: 0; } h1 { padding-top:25px; padding-right:0px; padding-bottom:10px; padding-left:5%; color:#F5DEB3; background:#DE7008; font:normal bold 300% Verdana,Sans-Serif; letter-spacing:-2px; } h3.post-title { color:#9E5205; font:normal bold 160% Verdana,Sans-Serif; letter-spacing:-1px; } h3.post-title a, h3.post-title a:visited { color: #9E5205; } h2.date-header { margin-top:10px; margin-right:0px; margin-bottom:0px; margin-left:0px; color:#777777; font: normal bold 105% 'Trebuchet MS',Trebuchet,Verdana,Sans-serif; } h4 { color:#aa0033; } #sidebar h2 { color:#B8A80D; margin:0px; padding:0px; font:normal bold 150% Verdana,Sans-serif; } #sidebar .widget { margin-top:0px; margin-right:0px; margin-bottom:33px; margin-left:0px; padding-top:0px; padding-right:0px; padding-bottom:0px; padding-left:0px; font-size:95%; } #sidebar ul { list-style-type:none; padding-left: 0; margin-top: 0; } #sidebar li { margin-top:0px; margin-right:0px; margin-bottom:0px; margin-left:0px; padding-top:0px; padding-right:0px; padding-bottom:0px; padding-left:0px; list-style-type:none; font-size:95%; } .description { padding:0px; margin-top:7px; margin-right:12%; margin-bottom:7px; margin-left:5%; color:#9E5205; background:transparent; font:bold 100% Verdana,Sans-Serif; } .post { margin-top:0px; margin-right:0px; margin-bottom:30px; margin-left:0px; } .post strong { color:#000000; font-weight:bold; } pre,code { color:#999999; } strike { color:#999999; } .post-footer { padding:0px; margin:0px; color:#444444; font-size:80%; } .post-footer a { border:none; color:#968a0a; text-decoration:none; } .post-footer a:hover { text-decoration:underline; } #comments { padding:0px; font-size:110%; font-weight:bold; } .comment-author { margin-top: 10px; } .comment-body { font-size:100%; font-weight:normal; color:black; } .comment-footer { padding-bottom:20px; color:#444444; font-size:80%; font-weight:normal; display:inline; margin-right:10px } .deleted-comment { font-style:italic; color:gray; } .comment-link { margin-left:.6em; } .profile-textblock { clear: both; margin-left: 0; } .profile-img { float: left; margin-top: 0; margin-right: 5px; margin-bottom: 5px; margin-left: 0; border: 2px solid #DE7008; } #sidebar a:link { color:#999999; text-decoration:none; } #sidebar a:active { color:#ff0000; text-decoration:none; } #sidebar a:visited { color:sidebarlinkcolor; text-decoration:none; } #sidebar a:hover { color:#B8A80D; text-decoration:none; } .feed-links { clear: both; line-height: 2.5em; } #blog-pager-newer-link { float: left; } #blog-pager-older-link { float: right; } #blog-pager { text-align: center; } .clear { clear: both; } .widget-content { margin-top: 0.5em; } /** Tweaks for layout editor preview */ body#layout #outer-wrapper { margin-top: 0; } body#layout #main, body#layout #sidebar { margin-top: 10px; padding-top: 0; } -->

Selasa, 24 Maret 2009



Ziarah di Pusara Mak Erot
Mampir di Petilasan Bung Karno

Ke Pelabuhan Ratu, kota pantai yang legendaries itu, akan terasa lengkap dengan bertamu ke pusara Mak Erot, di Cigadog. Dari pantai utama Pelabuhan Ratu, perjalanan akan terasa indah, karena suguhan pemandangan yang serba elok. Tak heran jika sejak dulu kala, Pelabuhan Ratu menjadi tempat bertetirah. Juga Presiden RI pertama Soekarno, sangat gandrung dengan Pelabuhan Ratu.
Buat pengigut, pengagum, atau sekadar yang ingin mengenal Bung Karno lebih dalam, dapat melihat jejak Sang Proklamator di Pelabuhan Ratu. Maka datanglah ke Hotel Samudra Beach yang anggun di kaki Bukit Sukawayana. Dari sini, melangkahlah ke bibir pantai. Lalu menghadapkan punggung ke pantai. Di sana, di atas bukit Sukawayana, ada bendera merah putih. Anda tertarik? Datanglah. Panjat bukit itu, yang persis di seberang hotel. Di sanalah petilasan, tempat Bung Karno pernah bertetirah. Mau ngalap berkah, atau sekadar membayangkan Bung Besar melepas lelah, silakan saja.
Nah, setelah meninggalkan Bukit Sukawayana untuk bercengkrama dengan petilasan Soekarno, berangkatlah ke arah Barat; arah Cigadog, kampung Mak Erot yang memancarkan pesona itu.
Jika sudah. Di sebuah tikungan, di pangkal jalan Cigadog, naiklah. Menuju kampung kediaman Mak Erot jangan kaget jika langsung disuguhi ruas bebatuan yang terjal. Jalur satu-satunya yang bisa membawa ke perkampungan Mak Erot memang jalan tanah dengan bongkahan-bongkahan batu, melewati tempat-tempat terjal, sekitar 16 kilometer dari Pelabuhan Ratu.
Sambil menjaga tubuh agar tidak terpelanting, tengoklah ke kiri kanan jalan. Jika di antara jalur bebatuan yang semi off road ini berdiri rumah-rumah serba mewah, Anda sudah mulai memasuki tanah Mak Erot.
Abaikan rumah-rumah yang super mentereng itu. Teruslah berjalan ke atas. Cari rumah yang agak sederhana di sisi kiri jalanan. Atau, bertanyalah di mana Haji Saefudin tinggal. Dialah cucu pertama, yang di antara lima anak serta 16 cucu Mak Erot diakui sebagai pewaris paling lengkap kemampuan Mak Erot; tidak saja kemampuan mengobati pasien, tapi juga kemampuannya menyatukan keluarga besar Mak Erot yang kadang bercerai-berai.
"Sebenarnya ada 21 orang yang bias ngobatin. Terdiri dari lima anak dan 16 cucu Mak Erot yang sudah diwarisi ilmu itu. Hanya mereka itulah pembawa ilmu Mak Erot yang asli. Jadi, kalau ada orang yang mengaku-ngaku anak atau cucu Mak Erot di luar yang 21 orang itu, dijamin palsu," tutur Saefudin yang pernah berpraktik sampai ke Singapura dan Malaysia.
Sebagai cucu tertua, Haji Saefudin memang selalu menjadi rujukan. Termasuk mengantarkan kerabat, anak cucu, atau orang-orang yang hendak berziarah ke pusara Mak Erot. Semasa Mak masih hidup, Saefudin memang dikenal yang paling dekat dengan sang nenek. Tidak mengherankan jika kini, cucu kesayangan itu, dikenal yang paling rajin merawat makam Mak Erot.
“Ya, saya harus menghormati beliau. Karena dari Mak Haji, saya bias seperti sekarang ini,” katanya sambil melangkah, lalu jongkok, di pusara yang masih berupa tanah merah. Dengan khusuk, Haji Saefudin memandu doa, mengirimkan salam kepada almarhum. Di tempat inilah, legenda itu, beristirahat.(*)
H Saepudin
Cucu Pertama Mak Erot


“Saya punya jimat atau pusaka, yang oleh Mak Haji selalu dibawa jika ngobatin pasien. Jimat ini yang menjadi andalan dalam melakukan terapi. Pusaka itu, dulu diberikan ke ibu saya. Lalu, sekarang ada pada saya,” kata H Saepudin, cucu pertama Mak Erot.

Seharusnya, begitu Pak Haji berkata, dirinya tidak perlu membuka rahasia kemanjuran pengobatan Mak Erot itu. Sebab, jimat yang kini ada di tangannya, tidak bisa dipinjamkan pada siapapun. Selain itu, untuk keadaan yang tidak diperlukan, pusaka itu hanya tersimpan di almari khusus yang selama ini hanya dia yang tahu tempat penyimpanannya.
“Pesan Mak Haji, agar hati-hati. Dengan jimat itu, keutuhan anak-cucunya dapat dikumpulkan lagi. Selama ini, memang bibit perselisihan selalu muncul. Selama masih hidup saja, sudah banyak anak cucu Mak Haji yang tidak akur. Tapi Alhamdulillah, mereka selalu nurut kalau saya yang ngomongin,” katanya di tempat prakteknya di Jl Bandengan Utara, Jakarta Utara.
Perjalanan spiritual Mak Erot yang panjang, ternyata, juga hanya Haji Saepudin yang tahu. Di mana saja tempat-tempat dulu Mak Erot bertirakat, lalu dari mana sesungguhnya ilmu pengobatan yang termasyur itu didapat. Tidak ada anak cucu yang diberi tahu. Ini, dimaksudkan agar, tidak disalah-gunakan.
Mak Haji, kata Saepudin, sangat hati-hati menjaga kerahasiaan ilmu pengobatannya. Tidak semua anak-cucunya diberi ilmu yang mujarap. Meskipun hampir keturunan Mak Erot membuka praktek terapi alat vital, tapi tidak semua memiliki ilmu yang memadahi.
“Saya bukannya mau mengecilkan mereka. Tapi kenyataannya memang seperti itu. Di antara keluarga sendiri sudah saling bersaing. Ini yang sejak dulu selalu dikhawatirkan oleh Mak Haji. Dia sering mengeluh pada saya, gimana caranya bisa menyatukan anak-cucunya yang tercerai-berai. Banyak pesan dia supaya saya bisa menjadi pemersatu mereka. Ya Alhamdulillah, selama, walaupun bersaing, kalau saya sudah bicara, semua menurut,” katanya.(*)